Sensasi Seduhan Kopi Ryan Wibawa, Barista Kelas Dunia

Jumat, 11 Oktober 2019 10:21

WASHINGTON DC,REWAKO.ID – Tak pernah terbayangkan oleh Ryan Wibawa bahwa dirinya akan terjun begitu dalam ke industri kopi. Melangkah masuk ke industri ini sebagai barista paruh waktu, nama Ryan kini dikenal sebagai seorang Coffee Professional, bahkan seringkali disebut sebagai seorang Coffee master.

Semua ini berawal di tahun 2011, ketika ia masih duduk di bangku kuliah di Indonesia dan ingin mencari uang tambahan. Pada waktu itu yang membuka jalur baginya untuk bekerja paruh waktu adalah di sebuah gerai kopi ritel.

“(Alasan) untuk bekerja waktu itu sebenarnya juga enggak mengejar untuk bisa berkarir di coffee industry­­-nya. Enggak kepikiran juga buat belajar lebih banyak soal coffee. Yang penting, cari pengalaman kerja, terus cari tambahan uang, terus biar lebih mandiri,” ujar Ryan Wibawa kepada VOA.

Awalnya, Ryan mengaku benar-benar buta akan kopi. Namun, bertemu kopi dengan beragam rasa dan sensasi aroma yang berbeda-beda setiap harinya ternyata mendorong Ryan untuk belajar lebih dalam lagi. Mulai dari menyeduh yang baik, berkreasi lewat latte art, hingga mengenai sejarah kopi. Sampai suatu hari di tahun 2015 akhir, ia mengetahui tentang kompetisi untuk barista, dimana barista diuji untuk meracik kopi dengan menggunakan tiga alat manual brew, yang kemudian dipresentasikan dan disajikan kepada para juri.

“Waktu itu tertariklah untuk mengikuti kompetisi di Jakarta dulu, regional, yaitu Indonesia Brewers Cup (IBrC), yaitu kompetisi Brewers Cup pertama kali yang dilakukan di Indonesia,” jelas pria kelahiran tahun 1994 ini.

Selain harus memahami betul peraturan dan regulasi kompetisi yang diikuti, menurut Ryan, harus pula membuat jadwal dan target yang ingin dicapai, serta mencari topik yang ingin diangkat di kompetisi, baik berupa inovasi atau hasil obeservasi. Terakhir, yang tidak kalah penting adalah mencari dan membawa kopi yang terbaik.

Saat berkompetisi, seorang barista harus bisa mengeluarkan rasa yang maksimal dari kopi yang mereka seduh dan juga kopi yang telah disediakan oleh panitia. Selain rasa yang maksimal, beberapa hal lain yang juga perlu diperhatikan antara lain adalah aroma, tingkat keasaman, keseimbangan rasa, dan kekentalan.

“Nah, kalau misalnya dalam (ronde) yang kita dikasih coffee lalu kita harus menyeduh sendiri, gimana caranya kita membuat coffee itu, satu, yang pasti nggak pahit, ya, enggak keluar rasa atau karakter negatif dari si kopi tersebut yang membuat ketika juri meminum atau mencoba menilai, menganggap bahwa coffee itu kurang maksimal,” papar alumni GS FAME Institute of Business, Jakarta, jurusan bisnis internasional ini.

Berbekal persiapan yang matang, Ryan berhasil melawan 78 peserta lainnya dan meraih juara nasional di kompetisi tersebut, bahkan lalu mewakili Indonesia di kompetisi World Brewers Cup (WBrC) tahun 2016 yang waktu itu diselenggarakan di Dublin, Irlandia, dimana ia harus bersaing dengan perwakilan dari 36 negara.

Tahun 2017 menjadi titik terendah dalam karir sang juara, ketika ia mencoba untuk kembali berlaga di kompetisi Indonesia Brewers Cup (IBrC). Tidak hanya kandas mempertahankan gelar juara, persiapan yang ia anggap kurang matang berakhir di kegagalan untuk menembus babak regional, nasional, bahkan babak semifinal.

“Momen ini sangat membuat aku terpukul, karena hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang aku harapkan, namun aku mulai berpikir bahwa apa yang terjadi sudahlah menjadi jalannya Tuhan dan bukannya menyalahkan situasi tetapi aku mencoba untuk mengevaluasi apa yang aku kurang persiapkan di kompetisi tahun itu,” jelas pria yang hobi olahraga basket ini.

Kekecewaan, kekesalan, dan kesedihan. Itulah yang ia rasakan. Namun, ia percaya bahwa Tuhan memiliki rencana yang terbaik untuknya. “Belajar dari kegagalan, dan berusaha untuk bangkit di tahun berikutnya.” Begitulah tekadnya.

Di tahun 2018, ia memberanikan diri untuk kembali beraksi dan membuang rasa takutnya, mengingat kegagalan yang ia alami di tahun sebelumnya. Ia pun berlatih rutih dan mempersiapkan diri jauh-jauh hari, sekitar enam hingga delapan bulan sebelum kompetisi dilaksanakan. Disiplin diri dan komitmen ia tanamkan dengan kuat, demi mencapai satu harapan. Juara.

“Proses memang tidak mengkhianati hasil. Aku bisa meraih juara 1 di babak regional barat di Indonesia Brewers Cup 2018. Di situ sungguh momen yang akan selalu aku ingat, karena bukan soal kita gagal, tapi bagaimana kita bisa bangkit dari kegagalan dan menaklukkan rasa takut gagal dari pengalaman yang pernah dialami sebelumnya,” kata Ryan yang juga mengikuti kompetisi Indonesia Brewers Cup 2019 dan meraih juara tiga.

Karir Yang Menjanjikan di Industri Kopi

Sebagai Coffee Professional, pekerjaan Ryan kini tidak hanya menjadi seorang barista. Ia banyak melakukan pelatihan, bahkan menjadi konsultan untuk gerai kopi. Jika melihat sekitar delapan tahun yang lalu saat ia baru mulai merangkak di industri kopi, pekerjaan barista mungkin masih dianggap sebagai seorang pelayan yang menyajikan kopi di sebuah kedai.

“Kalau dilihat delapan tahun yang lalu sebuah karir yang baik itu adalah lulus kuliah jadi sarjana, kerja di perkantoran, kerja di sebuah perusahaan di kantor, pakaiannya rapi, pulang sore, kerjanya di depan komputer, rapi semuanya itu dikatakan sukses, gitu kan?” tambahnya. (VOA News)

Editor : Bang Har